PESANKU.CO.ID, WAJO — Di bawah terik matahari yang mulai menyengat, puluhan prajurit TNI berbaris rapi di lapangan Desa Temmabarang. Wajah-wajah penuh tekad itu mendengarkan dengan seksama arahan dari Kapten Infanteri Zabir yang memimpin apel pagi pada Kamis (15/5/2025). Pemandangan ini telah menjadi rutinitas selama 10 hari terakhir sejak dimulainya program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-124 di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
"Ingat, kita bukan hanya membangun jalan atau jembatan, tetapi juga membangun kepercayaan dan kemanunggalan dengan rakyat," tegas Kapten Zabir dalam arahannya kepada seluruh personel Satgas.
TMMD ke-124 yang dilaksanakan di Desa Temmabarang, Kecamatan Penrang ini, tidak sekadar fokus pada pembangunan fisik. Program yang dijadwalkan berlangsung hingga akhir Mei 2025 ini merupakan wujud nyata komitmen TNI dalam mengurangi kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
"Setiap tetes keringat yang kalian keluarkan adalah investasi untuk masa depan desa ini," tambah Kapten Zabir sambil mengepalkan tangan, menyemangati pasukannya sebelum mereka berpencar menuju lokasi pengerjaan masing-masing.
Sejumlah sasaran fisik yang tengah dikerjakan antara lain perintisan dan pengerasan jalan desa yang selama ini sulit dilalui, pembangunan jembatan penghubung antar dusun, serta renovasi fasilitas umum yang sudah lama tidak tersentuh pembangunan.
Kehadiran Satgas TMMD di tengah masyarakat Desa Temmabarang bagaikan oase di tengah padang pasir. Berbagai kegiatan non-fisik seperti penyuluhan kesehatan, wawasan kebangsaan, dan pelatihan keterampilan telah membawa angin segar bagi kehidupan warga.
"Saya tidak pernah membayangkan desa kami akan seperti ini. Jalan yang dulu berlumpur saat hujan, kini mulai berubah. TNI tidak hanya membangun jalan, tapi juga membangun harapan kami," ungkap Daeng Massere (62), salah satu tetua desa yang setiap hari menyempatkan diri mengunjungi lokasi pengerjaan untuk sekadar memberi semangat dan berbagi cerita dengan para prajurit TNI.
Menariknya, sejak kehadiran Satgas TMMD, semangat gotong royong warga yang sempat meredup kini kembali berkobar. Hampir setiap hari, puluhan warga turut bahu-membahu membantu pekerjaan para prajurit TNI. Dari yang muda hingga yang tua, semua bergerak dalam harmoni kebersamaan yang mengingatkan pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Program TMMD yang sudah memasuki hari ke-10 ini meninggalkan jejak yang tidak hanya berupa infrastruktur fisik, tetapi juga persahabatan dan kenangan mendalam antara TNI dan masyarakat.
"Ini adalah pengalaman yang tidak akan kami lupakan. Para tentara ini makan bersama kami, tidur di rumah-rumah penduduk, dan mendengarkan keluh kesah kami. Mereka seperti keluarga sendiri," kata Ibu Hasna, pemilik warung kecil yang kini ramai dikunjungi para prajurit saat istirahat.
Di sisi lain, program TMMD ini juga menjadi ajang bagi TNI untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan cinta tanah air kepada generasi muda desa. Setiap sore, setelah seharian bekerja di lokasi proyek, beberapa prajurit menyempatkan diri melatih anak-anak desa melakukan Pramuka dan bela negara.
Kegiatan TMMD ke-124 yang dijadwalkan berakhir pada akhir Mei 2025 ini diharapkan tidak hanya sekadar meninggalkan bangunan fisik, tetapi juga menumbuhkan kemandirian desa.
"Target kami bukan hanya menyelesaikan program tepat waktu, tetapi juga memastikan bahwa masyarakat desa mampu melanjutkan dan merawat apa yang sudah kami mulai," jelas Kapten Zabir.
Sementara itu, Kepala Desa Temmabarang mengaku sangat terbantu dengan kehadiran program TMMD ini. "Kita patut bersyukur Desa Temmabarang terpilih sebagai lokasi TMMD. Ini adalah kesempatan emas untuk mempercepat pembangunan desa yang selama ini terkendala anggaran dan tenaga," ujarnya optimis.
Seiring matahari yang bergerak ke barat, aktivitas Satgas TMMD di berbagai titik Desa Temmabarang tetap berjalan penuh semangat. Derum mesin, dentuman palu, dan tawa canda antara prajurit dan warga menjadi simfoni indah yang mengiringi lahirnya harapan baru di desa ini. Kemanunggalan TNI dan rakyat bukan lagi sekadar slogan, tapi telah menjadi kenyataan yang hidup di jantung Sulawesi Selatan.(*)